Kekuatan
sebuah rumah mode sejati tentunya berkat senantiasa menancapkan kreativitas di
jantung hati, bukan hanya saat mencipta sepatu namun juga tempat produksinya. Adi Surantha
melaporkan dari workshop sepatu Louis
Vuitton, Venice, Italia.
Pagi
itu Mentari tersenyum, dedaunan di pohon pun menari-nari riang setelah hujan
semalaman, sepatu saya pun sempat tersapu oleh rerumputan basah yang segar.
Harpers Bazaar mendarat di bandara udara Marco Polo Venesia, Italia, kota yang
terkenal dengan seribu kanal pada akhir Juli lalu. Italia, negara di benua
Eropa yang begitu harum sejarahnya, jika kita mengamati secara cermat bentuk
negara ini di peta, Italia berlukiskan sepatu boot yang indah. Tak ayal negeri ini menorehkan legendanya yang
kental pada elemen fashion klasik yaitu sepatu. Ya, sepatu juga yang membawa
Harper’s Bazaar ke kota air Venesia bersama dengan beberapa jurnalis fashion
dari Asia Pasifik untuk mengunjungi workshop
pembuatan sepatu rumah mode legendaris asal Prancis, Louis Vuitton (LV).
Setelah kami mengarungi kanal dengan boot
dan menyusuri daratan dengan bus sepanjang 33 kilometer dari kota Venesia,
akhirnya sampai juga di workshop
sepatu LV yang diberi nama Fiesso d’ Artico.
Gedung
bernapas kontemporer yang minimalis dan marak di wajah arsitektur abad 21 ini
hadir bagaikan sebuah kotak sepatu. Workshop
ini baru diresmikan tahun 2009 lalu setelah melalui masa pembangunan selama tiga
tahun dibawah naungan arsitek Jean-Marc
Sandrolini. Di atas lahan seluas 14000 meter persegi, bangunan modern ini
tak lantas terasa dingin, hamparan rumput hijau dan pepohonan yang memeluk
gedung menghembuskan nuansa manuasiawi yang harmonis. Seluruh badan bangunan
yang berdiri dengan material semen berpalet keabuan yang kental memberikan
napas industrial yang modern. Uniknya seluruh eksterior luar bangunan sepanjang
3000 meter persegi dibungkus oleh layar jala besi. Sangat inovatif, saat
dipandang gedung ini seperti memiliki
sebuah kelambu yang fungsional. Dan ternyata benar saja, jala-jala besi
itu memiliki andil besar. Contohnya saja, melindungi kerahasiaan proses desain
dan produksi di dalam dari ekspos lingkungan luar, karena gedung ini banyak
menerapkan jendela kaca besar dan tinggi. Di samping itu jala besi tersebut
juga membantu mengurangi cahaya silau yang masuk ke dalam ruangan melalui
jendela. Setelah melewati gerbang jalan kecil mengiringi pintu masuk, seketika art work berbentuk pump shoes putih untuk pasangan berukuran besar menyambut, karya
seni sepatu yang berlukiskan wanita itu adalah karya seniman Jean- Jacques Ory.
Kejutan yang menyenangkan, “ Ini adalah salah satu karya seni yang menghiasi workshop ini, di bagian dalam akan ada
beberapa karya seniman lain yang totalnya 28 karya seni dari 12 seniman. Workshop ini selain untuk produksi juga
seperti galeri seni” Ungkap Roberta Polato Rossi, communications officer ini dengan bangga. Saya pun tak heran
dengan pernyataanya, LV merek
fashion yang selalu setia menggandeng seni pada proses perjalanan kreatif dan
gaya hidup sudah barang tentu fasih akan kolaborasi seni menjadi bagian
interior tempat produksinya.
Memasuki bagian dalam lobby,
terlihat tatanan kopor-kopor besar atau trunk
klasik bermandi motif monogram, elemen fashion bersejarah yang telah
melahirkan label ini di ranah fashion pada 1859. Saat menginjak bagian dalam
gedung, tak ada suara bising mengusik yang biasa ditemukan di sebuah pabrik
pada umumnya. Justru gemericik air dan taman hijau yang menanti. Bagian tengah
gedung terhampar rerumputan dan dua objek seni karya Nathalie Decoster dan
Joana Vasconcelos yang menyusun 600 panci menjadi sepatu jenis peep-toe. Kolam air yang bergemericik
selain di sepanjang koridor selain memiliki esensi estetis juga berfungsi untuk
menampung air hujan. Nantinya air ini akan disimpan di penampungan air
sedalam 200 meter di dalam tanah dan diproses untuk kebutuhan air minum
di workshop.
Lingkup
ruang pada workshop dibentuk seperti
konsep awal yaitu shoe box. Ada
beberapa ruangan seperti ruang kreatif desainer sepatu dan tim-nya, ruang
konfrensi dan pelatihan, library dan
empat ruangan produksi. Empat ruangan produksi tersebut diberi nama seperti
empat seri elemen fashion LV yang
ikonik: taiga, nomade, speedy dan alma. Empat workshop tadi di bagi sesuai
dengan jenis produksinya. Taiga untuk memproduksi sepatu klasik pria yang
formal. Nomade dikhususkan untuk membuat sepatu semi formal seperti moccasin pria dan wanita. Speedy untuk
merancang sepatu kasual serupa sneakers untuk
pria dan wanita, sedangkan Alma untuk sepatu formal wanita yang elegan. Ruangan
desain merupakan bagian yang esensial di sini style director sepatu LV, Fabrizio Vitti bersama tim-nya berkreasi
mulai dari menggali ide, merancang sketsa hingga saat terakhir dipresentasikan
kepada Marc Jacobs kepala kreatif LV. Memandang setiap sisi ruangan ini
mencerminkan imajinasi kreatif yang begitu kaya. Seperti sketsa sepatu,
bundelan desain, mood board, papan
bermacam-macam tipe material, kulit dan ornamen. Yang paling memukau adalah
barisan jenis kulit samakan yang menjadi bahan dasar untuk pembuatan sepatu.
Sedangkan ruangan lain adalah library,
selain menyediakan berbagai buku-buku desain sepatu dan fashion juga
menampilkan karya-karya sepatu LV yang terbaru dan klasiknya. Di sini juga
dihadirkan koleksi-koleksi sepatu kuno yang bersejarah dari beberapa negara.
Dan tak lupa tentunya karya seni berupa lukisan sepatu yang merupakan karya
perdana Andy Warhol, Yayoi Kusama, Richard Prince dan lain-lainya. Sedangkan di
empat ruang produksi seluruh lantai bersimbah kayu untuk menciptakan kesan homey dan friendly, cahaya mentari yang
menghujani lantai membuat nuansa hangat. Setiap pembuatan sepatu berjalan
mengarungi tahap demi tahap mulai dari pembuatan prototype jenis sepatu, pemotongan pola material dengan teknologi
laser, penjahitan dengan tangan dan mesin robot, pengecatan, pemberian detail
ornamen, finishing, quality control hingga packaging. Semua dikerjakan oleh para
artisan- artisan yang sudah berdedikasi pada proses pembuatan sepatu maupun
berkerja bersama LV sejak pertama kali melansir sepatu pada 1998. “Beberapa di
antara artisan ada yang satu keluarga turun-temurun mulai dari kakek, ibu
hingga anak bahkan cucunya, mereka sangat setia.” Ungkap Roberta P Rossi.
Workshop sepatu LV yang menyatukan tempat desain, produksi
hingga galeri seni di bawah satu atap mencerminkan brand craftsmanship sejati di abad millennium yang serba haus
inovasi. Konsep brilian di tempat urat nadi kreativitas dituntut berdenyut
lincah, sangatlah mendukung para artisannya. Pada akhirnya mengunjungi workshop
LV bagaikan sebuah kontemplasi untuk mengingatkan kita akan sebuah kekuatan
kreativitas yang tanpa batasan. Filosofi yang membaptis sebuah label fashion
dijadikan fondasi agar terus menelurkan karya yang sempurna. Yang akhirnya
berujung pada menjulangnya grafik materi, kepercayaan hingga loyalitas
pelanggannya.
No comments:
Post a Comment